
   |    
|     Pengorbanan seorang budak demi   Risalah, dan realiti kisah ini dengan kita Ketika tukang sihir itu telah tua,   ia berkata kepada sang raja, ‘Sesungguhnya usiaku telah tua dan ajalku telah   dekat. Karena itu, utuslah kepadaku seorang anak muda agar aku ajari sihir’.  Maka  diutuslah seorang pemuda   yang kemudian ia ajari sihir. Dan jalan antara raja dengan tukang sihir itu   terdapat seorang rahib. Pemuda itu mendatangi sang rahib dan mendengarkan   pembicaraannya. Sang pemuda begitu kagum kepada rahib dan pembicaraannya.  Begitu ia sampai kepada tukang   sihir karena terlambat serta merta ia dipukulnya seraya ditanya, ‘Apa yang   menghalangimu?’  Dan bila sampai di rumahnya,   keluarganya memukulnya seraya bertanya, ‘Apa yang menghalangimu (sehingga   terlambat pulang)?’  Lalu, ia pun mengadukan halnya   kepada sang rahib. Rahib berkata, ‘Jika tukang sihir ingin memukulmu   katakanlah, aku terlambat karena keluargaku. Dan jika keluargamu hendak   memukulmu maka katakanlah, aku terlambat karena (belajar dengan) tukang   sihir’.  Suatu   kali, ia menyaksikan binatang besar dan menakutkan yang menghalangi jalan   manusia, sehingga mereka tidak bisa menyeberang. Maka sang pemuda berkata,   ‘Saat ini aku akan mengetahui, apakah perintah ahli sihir lebih dicintai   Allah ataukah perintah rahib. Setelah itu ia mengambil batu seraya berkata,   ‘Ya Allah, jika perintah rahib lebih engkau cintai dan ridhai daripada   perintah tukang sihir maka bunuhlah  binatang ini, sehingga manusia bisa   menyeberang’. Lalu ia melemparnya, dan binatang itu pun terbunuh kemudian ia   pergi. Maka ia beritahukan halnya kepada rahib. Lalu sang rahib berkata,   ‘Wahai anakku, kini engkau telah menjadi lebih utama dari diriku. Kelak,   engkau akan diuji. Jika engkau diuji maka jangan tunjukkan diriku.  Selanjutnya,   pemuda itu bisa menyembuhkan orang buta, sopak dan segala jenis penyakit.   Allah menyembuhkan mereka melalui kedua tangannya. Alkisah, ada pejabat raja   yang tiba-tiba buta. Ia mendengar tentang pemuda itu. Maka ia membawa hadiah   yang banyak kepadanya seraya berkata, ‘Sembuhkanlah aku, dan engkau boleh   memiliki semua ini! Pemuda itu menjawab, ‘Aku tidak bisa menyembuhkan   seseorang. Yang bisa menyembuhkan adalah Allah Azza wa Jalla. Jika Anda   beriman kepada Allah dan berdo’a kepadaNya, niscaya Ia akan menyembuhkanmu.   Ia lalu beriman dan berdo’a  kepada Allah dan sembuh.  Kemudian   ia datang kepada raja dan duduk di sisinya seperti sedia kala. Sang raja   bertanya, ‘Wahai fulan, siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?’ Ia menjawab,   ‘Tuhanku’. Raja berkata, ‘Saya?’  ‘Tidak, tetapi Tuhanku dan Tuhanmu   adalah Allah’, tegasnya. Raja bertanya, ‘Apakah kamu memiliki Tuhan selain   diriku?’ Ia menjawab, ‘Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah’. Demikianlah,   sehingga ia terus-menerus disiksa sampai ia menunjukkan kepada sang pemuda.   Pemuda itu pun didatangkan. Sang raja berkata, ‘Wahai anakku, sihirmu telah   sampai pada tingkat kamu bisa menyembuhkan orang buta, sopak dan berbagai   penyakit lainnya’. Sang pemuda menangkis, ‘Aku tidak mampu menyembuhkan   seorang pun. Yang menyembuhkan hanyalah Allah Azza wa Jalla. Raja berkata,   ‘Aku?’ ‘Tidak!’, kata pemuda. ‘Apakah kamu punya Tuhan selain diriku?’ Ia   menjawab, ‘Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah’.  Lalu   ia pun terus disiksa sehingga ia menunjukkan kepada rahib. Maka rahib itu pun   didatangkan. Sang raja berkata, ‘Kembalilah kepada agamamu semula!’ Ia   menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan gergaji dan ia dibelah   menjadi dua. Kepada pejabat raja yang (dulunya) buta juga dikatakan,   ‘Kembalilah kepada agamamu semula!’ Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya   diletakkan gergaji dan ia dibelah menjadi dua. Kepada sang pemuda juga   dikatakan, ‘Kembalilah kepada agamamu semula!’ Ia menolak.  Lalu   bersama beberapa orang ia dikirim ke gu-nung ini dan itu. (Sebelumnya) sang   raja berpetuah, ‘Ketika kalian telah sampai pada puncak gunung maka bila ia   kembali kepada agamanya (biarkanlah dia). Jika tidak, maka lemparkanlah dia!   Mereka pun berangkat. Ketika sampai di ketinggian gunung, sang pemuda   berdo’a, ‘Ya Allah, jagalah diriku dari mereka, sesuai dengan kehendakMu.   Tiba-tiba gunung itu mengguncang mereka, sehingga se-muanya tergelincir. Lalu   sang pemuda datang mencari sampai bisa bertemu raja kembali. Raja bertanya,   ‘Apa yang terjadi dengan kawan-kawanmu?’ Ia menjawab, ‘Allah menjagaku dari   mereka’.  Kembali   ia dikirim bersama beberapa orang dalam sebuah perahu kecil. Raja berkata,   ‘Jika kalian berada di tengah lautan (maka biarkanlah ia) jika kembali kepada   agamanya semula. Jika tidak, lemparkanlah dia ke laut yang luas dan dalam’.   Sang pemuda berdo’a, ‘Ya Allah, jagalah aku dari mereka, sesuai dengan   kehendak-Mu’. Akhirnya mereka semua tenggelam dan sang pemuda datang lagi   kepada raja.  Sang   raja bertanya, ‘Apa yang terjadi dengan kawan-kawanmu?’  Ia   menjawab, ‘Allah menjagaku dari mereka’.  Lalu   sang pemuda berkata, ‘Wahai raja, kamu tidak akan bisa membunuhku sehingga   engkau melakukan apa yang kuperintahkan. Jika engkau melakukan apa yang aku   perintahkan maka engkau akan bisa membunuhku. Jika tidak, engkau tak akan   bisa membunuhku’.  Raja   penasaran, ‘Perintah apa?’  Sang   pemuda menjawab, ‘Kumpulkanlah orang-orang di satu padang yang luas, lalu   saliblah aku di batang pohon. Setelah itu ambillah anak panah dari wadah   panahku, lalu ucapkan, ‘Bismillahi rabbil ghulam (dengan nama Allah, Tuhan   sang pemuda).  Maka   (raja memanahnya) dan anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Pemuda itu   meletakkan tangannya di bagian yang kena panah lalu meninggal dunia. Maka   orang-orang berkata, ‘Kami beriman kepada Tuhan sang pemuda. Kami beriman   kepada Tuhan sang pemuda. Lalu dikatakan kepada raja, ‘Tahukah Anda, sesuatu   yang selama ini Anda takut-kan? Kini sesuatu itu telah tiba, semua orang   telah beriman.  Lalu   ia memerintahkan membuat parit-parit di beberapa persimpangan jalan, kemudian   dinyalakan api di dalamnya. Dan raja pun  bertitah, ‘Siapa yang kembali   kepada agama-nya semula, maka biarkanlah dia. Jika tidak, maka lemparkanlah   dia ke dalamnya’. Maka orang-orang pun menolaknya sehingga mereka bergantian   dilemparkan ke dalamnya. Hingga tibalah giliran seorang wanita bersama bayi   yang sedang disusuinya. Sepertinya, ibu itu enggan untuk terjun ke dalam api.   Tiba-tiba sang bayi berkata, ‘Bersabarlah wahai ibuku, sesungguhnya engkau   berada dalam kebenaran’.”  (HR.   Ahmad dalam Al-Musnad, 6/16-18, Muslim dan An-Nasa’i dari hadits Hammad bin   Salamah.  Dan   An-Nasa’i serta Hammad bin Zaid menambahkan, yang keduanya dari Tsabit. Dan   At-Tirmidzi meriwayatkan dari jalan Abdurrazak dari Ma’mar dari Tsabit dengan   sanad darinya.  Ibnu   Ishaq memasukkannya dalam Sirah dan disebutkan bahwa nama pemuda itu adalah   Abdullah bin At-Tamir).  |   

No comments:
Post a Comment